Rabu, 08 Juni 2016

RESENSI FILM SAPU TANGAN FANG YIN


Judul Film : Sapu Tangan Fang Yin
Produser : Denny JA & Hanung Bramantyo
Sutradara : Karin Bintaro
Pemain : Leony Vitria, Reza Nangin, Elkie Kwee, Selly Hasan| 
Durasi : 48 menit


Sapu Tangan Fang Yin berkisah tentang kehidupan seorang gadis keturunan ‘mata sipit’ yang hidup pada era 1998. Fang Yin (Leony Vitria) dikisahkan sebagai gadis yang memiliki kepekaan sosial tinggi. Hal itu ditunjukan dengan kegemarannya berbagi dengan anak-anak jalanan di ibu kota. Ia dan kekasihnya, Albert (Reza Nangin), memiliki mimpi untuk mendirikan sebuah yayasan yatim piatu agar dapat menampung anak-anak jalanan. Sayangnya, mimpi itu gagal terwujud karena terjadinya peristiwa Mei 1998. Ketika itu negeri berjalan tanpa pemerintahan. Unjuk rasa berubah menjadi unjuk kekerasan. Kaum minoritas, terutama Tionghoa, dibunuh. Mereka mengalami kekerasan seksual akibat diperkosa, termasuk Fang Yin. Ayah Fang Yin (Elkie Kwee) terus mencari keadilan untuk membela hak putrinya. Tetapi aparat kepolisian maupun badan penegak hukum lainnya tak dapat berbuat apa-apa. Fang Yin sekeluarga akhirnya memutuskan untuk hijrah ke Amerika. Mereka berharap mendapat perlindungan hukum dan kehidupan yang lebih baik disana, dimana diskriminasi etnis tidak lagi berlaku.
Fang Yin melewati minggu-minggu pertama di Amerika dengan hambar. Ia masih mengalami trauma berkepanjangan atas peristiwa pemerkosaan itu. Kesedihannya kian mengguncang ketika mengingat kekasihnya, Albert. Untuk menyembuhkan jiwanya, ayah Fang Yin mendatangkan seorang psikolog bernama Raisa (Selly Hasan). Raisa menjadi kawan baik Fang Yin selama di Amerika. Atas usul Raisa juga lah, Fang Yin akhirnya memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di OTIS College of Art and Design. Kehidupan baru Fang Yin telah dimulai. Tetapi kesakitan masa silamnya lagi-lagi belum juga hilang. Kebencian Fang Yin merambah tidak hanya pada peristiwa pemerkosaan itu, namun juga pada negeri dimana ia kehilangan kehormatannya: Indonesia. Begitu bencinya ia pada Indonesia, sampai-sampai ia tidak mau lagi menginjakan kaki disana. Sekalipun kedua orang tuanya telah memutuskan untuk kembali ke Indonesia, Fang Yin lebih memilih untuk tinggal di Amerika. Ia membenci Indonesia berikut orang-orang disana.
Setelah belasan tahun berlalu, Fang Yin akhirnya memberanikan diri untuk melihat Indonesia melalui layar internet. Ia melihat Indonesia baru dengan kacamata yang berbeda. Diskriminasi etnis Tionghoa tidak lagi terjadi disana. Beberapa kursi kementrian diduduki oleh orang-orang Tionghoa, barongsai bebas melenggak-lenggok atau beratraksi dimana-mana, koran berbahasa China diterbitkan, imlek dijadikan hari besar nasional, dan sebagainya. Kenangan masa lalu nya di Indonesia bercampur aduk dengan nasihat-nasihat bijak kakek Fang Yin semasa ia masih kecil dulu. Ia terkenang kampung halaman. Ia rindu Indonesia. Indonesia masuk kembali ke dalam kalbunya. Ia bakar sapu tangan tempat ia menyimpan air matanya, pertanda bahwa kebenciannya pada Indonesia sudah mulai reda. Fang Yin pun pulang ke Indonesia.
Pada akhirnya, kami merasa bahwa film ini memiliki kedalaman emosi yang baik. Selain menyampaikan pesan-pesan kemanusiaan, penonton juga diajak untuk mempelajari lagi sejarah: Mei 1998. Tetapi disinilah kelemahannya. Bagi generasi muda yang tidak hidup di jaman itu mungkin agak sedikit kebingungan mengenai pembantaian kaum Tionghoa. Dalam film tidak disampaikan mengapa kaum Tionghoa tiba-tiba dibantai?. Terlepas dari itu, bagian terakhir dari film Sapu Tangan Fang Yin terus berputar-putar di kepala saya. Jika ditelaah secara keseluruhan, film ini tidak sekadar berisi pesan sesederhana ajakan untuk berhenti bersikap diskriminatif terhadap suatu kaum. Sapu Tangan Fang Yin juga mengisahkan nasionalisme seorang anak bangsa. Nasionalisme yang ditampilkan adalah berupa kecintaan anak negeri kepada bangsanya serta keinginan untuk berbuat dan menciptakan pengaruh pada Indonesia. Kasus diskriminasi etnis yang diangkat dalam film ini akan sangat relevan sepanjang masa. Ada satu lagi bagian dari film Sapu Tangan Fang Yin yang sangat menyentuh hati kami. Filosofi sapu tangan yang digunakan dalam film ini sangat dalam maknanya. Terlebih lagi, adegan ketika Fang Yin membakar sapu tangan sebagai simbol akan hilangnya kesedihan dan kebenciannya pada Indonesia. Selain itu, film ini tentu tidak bisa hidup tanpa ada narasi yang dibacakan oleh seorang laki-laki. Semula saya mengira bahwa pembaca narasi akan sangat mengganggu kepaduan film ini. Tetapi, dengan adanya narasi yang mirip puisi tersebut justru membuat film ini lebih bernyawa dan indah.
Sapu Tangan Fang Yin sebagai salah satu dari lima film Indonesia Tanpa Diskriminasi sangat tidak boleh dilewatkan untuk ditonton. Film SapuTangan Fang Yin ini menarik untuk ditonton karena mengingatkan kita mengenai peristiwa yang terjadi pada Mei 1998, memang peristiwa ini sangat memilukan bahwa hal ini pernah terjadi diIndonesia. Pesan-pesan kemanusiaan yang ditampilkan akan menyadarkan kita bahwa perbedaan adalah bagian dari cara manusia untuk mengenal Tuhan dan sesamanya.

1 komentar:

kaiepaciello mengatakan...

A-list casino - DrmCD
A-list casino is one 영천 출장샵 of the 안산 출장안마 most widely recognized gaming establishments in the United States and is 세종특별자치 출장마사지 the most comprehensive product of this 통영 출장마사지 company. 대구광역 출장샵 We  Rating: 3.8 · ‎1,919 reviews

Posting Komentar